Konflik Kepentingan dari Polemik Mundurnya Staf Khusus Presiden
Tepat kemarin, beredar sebuah berita yang membanjiri media sosial dan
televisi. CEO Ruangguru, Belva Devara menyatakan bahwa Presiden Jokowi telah
menerima surat pengunduran dirinya sebagai staf khusus presiden. Alasannya,
karena banyaknya pemberitaan akan terjadinya konflik kepentingan dalam
pemilihan mitra program kartu pra kerja. Ruangguru terpilih sebagai salah satu
mitra pemerintah, dan seketika melayanglah kritikan dari masyarakat kepada
stafsus milenial tersebut.
Saat pertama kali Presiden Jokowi menunjuk 7 Staf Khusus Milenial, saya
sangat mendukung penunjukkan tersebut. Karena sudah saatnya pemerintahan mulai
diisi oleh para pemuda. Pemuda lebih cekatan, disruptif, inovatif, dan
cenderung lebih idealis. Harapan pun mulai dibangun, karena para staf khusus
milenial ini dianggap mewakili wajah-wajah pemuda negeri. Bahkan dalam janji
kampanye Presiden Jokowi, beliau akan memasukkan perwakilan milenial dalam
jajaran kabinet. Pada akhirnya, hanya ada satu perwakilan dalam kabinet, yaitu
Nadiem Makarim. Saat ditanya alasan mengapa tidak ada menteri yang berusia
dibawah 30 tahun, presiden menjelaskan bahwa beliau belum menemukan sosok yang
memiliki pengalaman birokrasi yang kuat di usia tersebut.
Pada akhirnya, ditunjuklah 7 stafsus milenial dari 14 stafsus presiden.
Beberapa diantaranya berusia dibawah 30 tahun, beberapa diantaranya 30-35
tahun. Tujuan utamanya adalah untuk mendengar aspirasi para pemuda tersebut,
beserta inovasi-inovasi mereka. Dari latar belakang, para stafsus presiden
memiliki jejak yang cemerlang. Beberapa diantara mereka telah berhasil menjadi
CEO Startup yang sukses, beberapa memiliki pengalaman dalam bidang aktivis.
Meskipun mereka belum memiliki pengalaman birokrasi yang kuat, dengan tidak
menjadi pembuat kebijakan melainkan pemberi saran, mereka diharapkan dapat
belajar banyak dari pengalaman masuk dalam ring 1 pemerintahan.
Namun, tak lama setelah stafsus milenial mulai bekerja, mereka langsung
mendapat serangan dan keraguan baik dari publik maupun dari politisi oposisi.
Pekerjaan yang mereka lakukan selalu dipantau oleh masyarakat, dan karenanya
sangat berbahaya bagi mereka jika membuat suatu blunder dalam pekerjaan yang
mereka kerjakan. Dimulai dari Billy Mambrasar, ia dikritik karena pernyataan di
media sosialnya. Lalu Angkie Yudistia, diserang oleh publik setelah menyebarkan
sebuah berita yang ternyata tidak benar, lalu yang terakhir ini rasanya tidak
ada lagi toleransi yang diberikan oleh publik. Ahmad Taufan Abdul Gani dan
Adamas Syah Belva Devara dianggap mengedepankan kepentingan perusahaan mereka
dan mengambil keuntungan dalam proyek negara.
Tentu saja dugaan ini harus diuji terlebih dahulu. Berbagai klarifikasi
dibuat, Ahmad Taufan langsung mencabut surat yang ia kirimkan kepada tiap camat
dan Belva Devara mencoba mengklarifikasi setiap prasangka publik di media
sosial. Ia mengatakan bahwa pengambilan kebijakan dalam penentuan mitra dalam
proyek kartu pra kerja tidak melibatkan dirinya melainkan langsung ditentukan
oleh Kemenko Perekonomian. Namun, tetap saja ia dikritik dengan pedas oleh
masyarakat, hingga pada akhirnya ia memutuskan mundur.
Kalau mau ditilik lebih lanjut, kita bisa saja percaya bahwa Belva Devara
tidak bermaksud mengambil keuntungan dari proyek negara dengan posisinya
sebagai stafsus. Tidak ada bukti bahwa ia terlibat dalam keputusan pemilihan
mitra Pra Kerja, dan klarifikasi yang ia buat tidak bisa dibantah dengan
tuduhan lain. Namun masalahnya bukan karena ia terbukti bersalah, namun karena
publik merasa bahwa keputusan yang diambil oleh negara dan stafsus itu sendiri
sangat tidak etis.
Menurut saya, kesalahan terjadi sudah sejak istana membolehkan ia rangkap jabatan sebagai CEO Ruangguru dan sebagai staf khusus presiden. Konflik kepentingan dapat menjadi keniscayaan, karena jika ia memutuskan untuk merangkap, maka perusahaan yang ia bangun tidak boleh terlibat dalam kerjasama apapun dengan pemerintah. Meskipun ia tidak terlibat dalam proyek negara apapun yang menguntungkan perusahaannya, publik dapat menduga bahwa ia terlibat dengan suatu proyek yang hanya menguntungkan startupnya.
Pemerintah membutuhkan kepercayaan masyarakat dalam menjalankan
pemerintahannya, terutama dalam sistem demokrasi, kritik-kritik dari
masyarakat tidak bisa kita harapkan selalu menjadi kritik yang cerdas,
melainkan akan selalu didominasi oleh kritik yang hanya berdasarkan praduga
yang belum tentu didukung fakta atau bukti. Pemerintah harus menerima hal ini dan
berusaha untuk tidak menimbulkan asumsi dan dugaan tertentu yang dapat
berkembang di masyarakat. Meskipun tidak terjadi konflik kepentingan, tetapi
"terlihat" memiliki konflik kepentingan juga bukan merupakan hal yang
baik, dan itu yang saya duga terjadi dalam kasus yang dialami oleh CEO
Ruangguru tersebut.
Namun, keputusan yang diambil Belva Devara untuk melepas jabatan staf
khusus presiden dapat dinilai sebagai langkah yang tepat. Karena konflik
kepentingan merupakan sebuah hal yang sangat sulit dihindari apabila
seorang businessman masuk ke dalam pemerintahan, maka ia telah
memilih salah satu dari keduanya untuk menghindari asumsi liar di masyarakat.
Para staf khusus milenial yang diharapkan banyak belajar dari pengalaman dalam
pemerintahan akhirnya mendapat pelajaran mereka akan pengalaman langsung menghadapi
kesulitan dan tantangan menjadi bagian dari pemerintah.
Milenial bisa menjadi inspirasi tidak hanya dengan menjadi bagian dari
pemerintah, tapi juga bisa bergerak dalam sektor swasta sesuai kelebihan mereka
masing-masing. Banyak tuduhan-tuduhan dan kritik berlebihan di media sosial
dan framing media yang selalu menyudutkan para stafsus
milenial, yang mana itu mengherankan karena pada faktanya staf khusus presiden
sudah ada sejak masa kepemimpinan Presiden SBY dengan nominal gaji dan tupoksi
yang sama. Saat stafsus milenial ditunjuk, entah kenapa mereka terus menjadi
sasaran kritikan yang bahkan tidak relevan, mengenai gaji dan tugas
mereka.
Kritik berlebihan yang dilontarkan harus dipertanyakan karena stafsus
sebelumnya selalu lepas dari sorotan publik dan media. Meskipun masih minim
pengalaman, para milenial harus terus didorong masuk ke dalam pemerintahan
karena apa yang mereka bawa sangat dibutuhkan oleh negeri ini, yaitu inovasi.
Jika publik bisa menerima milenial dalam pemerintahan dan mengkritik mereka
dengan kritik yang baik dan lebih konstruktif, maka masyarakat dapat mendorong
mereka untuk belajar menjadi bagian dalam pemerintahan yang lebih baik.
Komentar
Posting Komentar